PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa
ini banyak lontaran kritik terhadap sistem pendidikan yang pada dasarnya
mengatakan bahwa perluasan kesempatan belajar cenderung telah menyebabkan
bertambahnya pengangguran tenaga terdidik dari pada bertambahnya tenaga
produktif yang sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja. Kritik ini tentu saja
beralasan karena data sensus penduduk memperhatikan kecenderungan yang menarik
bahwa proporsi jumlah tenaga penganggur lulusan pendidikan yang lebih tinggi
ternyata lebih besar dibandingkan dengan proporsi penganggur dari lulusan yang
lebih rendah (Ace Suryadi, 1993: 134). Dengan kata lain persentase jumlah
penganggur tenaga sarjana lebih besar dibandingkan dengan persentase jumlah
pengganggur lulusan SMA atau jenjang pendidikan yang lebih rendah.
Namun,
kritik tersebut juga belum benar seluruhnya karena cara berfikir yang digunakan
dalam memberikan tafsiran terhadap data empiris tersebut cenderung menyesatkan.
Cara berfikir yang sekarang berlaku seolah-olah hanya memperhatikan pendidikan
sebagai satu-satunya variabel yang menjelaskan masalah pengangguran. Cara
berfikir seperti cukup berbahaya, bukan hanya berakibat pada penyudutan sistem
pendidikan, tetapi juga cenderung menjadikan pengangguran sebagai masalah yang
selamanya tidak dapat terpecahkan.
Berdasarkan
keadaan tersebut, penjelasan secara konseptual terhadap masalah-masalah
pengangguran tenaga terdidik yang dewasa ini banyak disoroti oleh masyarakat,
sangat diperlukan. Penjelasan yang bersifat konseptual diharapkan mampu
mendudukkan permasalahan pada proporsi yang sebenarnya, khususnya tentang
fungsi dan kedudukan sistem pendidikan dalam kaitannya dengan masalah
ketenagakerjaan.
Berangkat
dari asumsi bahwa bertambahnya tingkat pengangguran disebabkan karena kegagalan
sistem pendidikan, maka diperlukan adanya pendekatan-pendektan tertentu dalam
pendidikan dan konsep Link and Match perlu dihidupkan kembali dalam sistem
pendidikan.
PEMBAHASAN
A.
Konsep Link and Match.
Konsep
keterkaitan dan kesepadanan (Link and Match) antara dunia pendidikan dan dunia
kerja yang dicetuskan mantan Mendiknas Prof. Dr. Wardiman perlu dihidupkan
lagi. Konsep itu bisa menekan jumlah pengangguran lulusan perguruan tinggi yang
dari ke hari makin bertambah.
Selanjutnya
Soemarso, Ketua Dewan Pembina Politeknik dan juga dosen UI mengatakan bahwa
konsep Link and Match antara lembaga pendidikan dan dunia kerja dianggap ideal.
Jadi, ada keterkaitan antara pemasok tenaga kerja dengan penggunanya. Menurut
Soemarso, dengan adanya hubungan timbal balik membuat perguruan tinggi dapat
menyusun kurikulum sesuai dengan kebutuhan kerja. Contoh nyata Link and Match
dengan program magang. Perbaikan magang, dimaksudkan agar industri juga
mendapatkan manfaat. Selama ini ada kesan yang mendapatkan manfaat dari magang
adalah perguruan tinggi dan mahasiswa, sedangkan industri kebagian repotnya.
Di
sisi lain, produk dari Perguruan Tinggi menghasilkan sesuatu yang amat berharga
dan bukan hanya sekedar kertas tanpa makna, yaitu produk kepakaran, produk
pemikiran dan kerja laboratorium. Produk-produk ini masih sangat jarang dilirik
oleh industri di Indonesia. Produk kepakaran yang sering dipakai adalah yang
bersifat konsultatif. Tetapi produk hasil laboratorium belum di akomodasi
dengan baik.
Menjalankan
Link and Match bukanlah hal yang sederhana. Karena itu, idealnya, ada tiga
komponen yang harus bergerak simultan untuk menyukseskan program Link and Match
yaitu perguruan tinggi, dunia kerja (perusahaan) dan pemerintah. Dari ketiga
komponen tersebut, peran perguruan tinggi merupakan keharusan dan syarat
terpenting. Kreativitas dan kecerdasan pengelola perguruan tinggi menjadi
faktor penentu bagi sukses tidaknya program tersebut.
Ada
beberapa langkah penting yang harus dilakukan suatu perguruan tinggi untuk
menyukseskan program Link and Match. Perguruan tinggi harus mau melakukan riset
ke dunia kerja. Tujuannya adalah untuk mengetahui kompentensi (keahlian) apa
yang paling dibutuhkan dunia kerja dan kompetensi apa yang paling banyak
dibutuhkan dunia kerja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan salah satu
perguruan tinggi di Indonesia diketahui, keahlian (kompentensi) yang paling
banyak dibutuhkan dunia kerja adalah kemampuan komputasi (komputer),
berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan kemampuan akuntansi. Selain itu,
perguruan tinggi juga harus mampu memprediksi dan mengantisipasi keahlian
(kompetensi) apa yang diperlukan dunia kerja dan teknologi sepuluh tahun ke
depan.
Jika
program Link and Match berjalan baik, pemerintah juga diuntungkan dengan
berkurangnya beban pengangguran (terdidik). Karena itu, seyogianya pemerintah
secara serius menjaga iklim keterkaitan dan mekanisme implementasi ilmu dari
perguruan tinggi ke dunia kerja sehingga diharapkan program Link and Match ini
berjalan semakin baik dan semakin mampu membawa manfaat bagi semua pihak.
Manfaat
yang dapat dipetik dari pelaksanaan Link and Match sangat besar. Karena itu,
diharapkan semua stake holders dunia pendidikan bersedia membuka mata dan diri
dan mulai bersungguh-sungguh menjalankannya. Perguruan tinggi harus lapang dada
menerima bidang keahlian (kompentensi) yang dibutuhkan dunia kerja sebagai
materi kuliah utama. Perusahaan juga harus membuka pintu selebar-lebarnya bagi
mahasiswa perguruan tinggi yang ingin magang (bekerja) di perusahaan tersebut.
Sedangkan Pemerintah harus serius dan tidak semata memandang program Link and
Match (keterkaitan dan kesepadanan) sebagai proyek belaka.
B.
Pendekatan dalam Mewujudkan Link and Match
1.
Pendekatan Sosial
Pendekatan
sosial merupakan pendekatan yang didasarkan atas keperluan masyarakat pada saat
ini. Pendekatan ini menitik beratkan pada tujuan pendidikan dan pada pemerataan
kesempatan dalam mendapatkan pendidikan (Husaini Usman, 2006: 56). Menurut A.W.
Gurugen pendekatan sosial merupakan pendekatan tradisional bagi pembangunan
pendidikan dengan menyediakan lembaga-lembaga dan fasilitas demi memenuhi
tekanan tekanan untuk memasukan sekolah serta memungkinkan pemberian kesempatan
kepada murit dan orang tua secara bebas (Djumberansyah Indar, 1995: 30).
Sebagai contoh penerapan pendekatan ini adalah diterapkannya sistem ganda
melalui kebijakan Link and Match.
Selanjutnya
dalam pendekatan ini ada beberapa kelemahan dalam pendekatan ini diantaranya
adalah sebagai berikut:
a.
Pendekatan ini
mengabaiakan masalah alokasi dalam skala nasional, dan secara samar tidak
mempermasalahkan besarnya sumber daya pendidikan yang dibutuhkan arena beranggapan
bahwa penggunaan sumberdaya pendidikan yang terbaik adalah untuk segenap rakyat
Indonesia.
b.
Pendekatan ini
mengabaiakn kebutuhan ketenagakerjaan (man power planning) yang diperlukan
dimasyarakat sehingga dapat menghasilkan lulusan yang sebenarnya kurang
dibutuhkan masyarakat.
c.
Pendekatan ini
cenderung hanya menjawab pemerataan pendidikan saja sehingga kuantitas lebih
diutamakan dari pada kualitanya (Syaefudin Sa’ud, 2006: 236).
2.
Pendekatan
Ketenagakerjaan
Di
dalam pendekatan ketenagakerjaan ini kegiatan-kegitan pendidikan diarahkan
kepada usaha untuk memenuhi kebutuhan nasional akan tenaga kerja pada tahap
permulaan pembangunan tentu saja memerlukan banyak tenaga kerja dari segala
tingkatan dan dalam berbagai jenis keahlian.
Dalam
keadaan ini kebanyakan negara mengharapkan supaya pendidikan mempersiapkan dan
menghasilkan tenaga kerja yang terampil untuk pembangunan, baik dalam sektor
pertanian, perdagangan, industri dan sebagainya (Jusuf Enoch, 1992: 90). Untuk
itu perencana pendidikan harus mencoba membuat perkiraan jumlah dan kualitas
tenaga kerja dibutuhkan oleh setiap kegiatan pembangunan nasional.
Dalam
teorinya pendekatan ini lebih mengutamakan keterkaitan lulusan sistem
pendidikan dengan tuntutan akan kebutuhan tenaga kerja, didalam pendekatan ini
juga mempunyai kelemahan, dimana ada tiga kelemahan yang paling utama, yaitu;
1.
Mempunyai peranan yang terbatas dalam perencanaan pendidikan, karena pendekatan
ini mengabaikan keberadaaan sekolah umum karena hanya akan menghasilkan
pengangguran saja, pendekatan ini lebih mengutamakan sekolah menengah kejuruan
untuk memenuhi kebutuhan kerja.
2.
Menggunakan klasifikasi rasio permintaan dan persediaan
3.
Tujuan dari pada pendekatan ini hanyalah untuk memenuhan kebutuhan tenaga
kerja, disisi lain tuntutan dunia kerja berubah ubah sesuai dengan cepatnya
perubahan zaman (Husaini Usman, 2006: 59).
3.
Pendidikan dan Ketenagakerjaan
Apakah
pendidikan formal merupakan penentu dalam menunjang pertumbuhan ekonomi?.
Apakah pengembangan sumber daya manusia selalu dilakukan melalui pendidikan
formal?. Titik singgung antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi adalah
produktivitas kerja, dengan asumsi bahwa semakin tinggi mutu pendidikan,
semakin tinggi produktivitas kerja, semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan
ekonomi suatu masyarakat. Anggapan ini mengacu pada teori Human Capital. Teori
Human Capital menerangkan bahwa pendidikan memiliki pengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi karena pendidikan berperan di dalam meningkatkan
produktivitas kerja.
Teori
ini merasa yakin bahwa pertumbuhan suatu masyarakat harus dimulai dari
prodiktivitas individu. Jika setiap individu memiliki penghasilan yang tinggi
karena pendidikannya juga tinggi, pertumbuhan msyarakat dapat ditunjang
karenanya. Teori Human Capital ini menganggap bahwa pendidikan formal sebagai
suatu investasi, baik bagi individu maupun bagi masyarakat. Dari teori ini
timbul beberapa model untuk mengukur keberhasilan pendidikan bagi pertumbuhan
ekonomi, misalnya dengan menggunakan teknik cost benefit analysis, model
pendidikan tenaga kerja dan lain sebagainya.
Teori
Human Capital dianggap tidak berhasil, maka muncullah teori baru sebagai
koreksi terhadap teori sebelumya, yaitu teori kredensialisme. Teori ini
mengungkapkan bahwa strukrur masyarakat lebih ampuh dari pada individu dalam
mendorong suatu pertumbuhan dan perkembangan. Pendidikan formal hanya dianggap
sebagai alat untuk mempertahankan status quo dari para pemenang status sosial
yang lebih tinggi.Menurut teori ini perolehan pendidikan formal tidak lebih
dari suatu lambang status (misalnya melalui perolehan ”ijazah” bukan karena
produktivitas) yang mempengaruhi tingginya penghasilan.
Dua
teori yang dikemukan diatas, masing-masing memiliki kaitan erat dengan fungsi
sistem pendidikan yang diungkap oleh Sayuti Hasibuan. Menurutnya, fungsi sistem
pendidikan dalam kaitannya dengan ketenagakerjaan meliputi dua dimensi penting,
yaitu: 1). Dimensi kuantitatif yang meliputi fungsi sistem pendidikan dalam
pemasok tenaga kerja terdidik dan terampil sesuai dengan kebutuhan lapangan
kerja yang tersedia, 2). Dimensi kualitatif yang menyangkut fungsinya sebagai
penghasil tenaga terdidik dan terlatih yang akan menjadi sumber penggerak
pembangunan atau sebagai driving force (Sayuti Hasibuan, 1987). .
Teori
Kredensialisme merasa yakin bahwa pelatihan kerja merupakan media yang
strategis dalam menjembatani antara pendidikan dengan kebutuhan lapangan kerja.
Jika ada masalah ketidaksesuaian, hal ini dianggap sebagai ”gejala persediaan”
(supply phenomina), yaitu ketidaksesuaian antara pendidikan dan lapangan kerja
yang diungkapkan sebagai gejala ketidakmampuan sistem pendidikan dalam
menghasilkan lulusan yang mudah dilatih atau yang dapat membelajarkan diri agar
menjadi tenaga terampil sesuai dengan kebutuhan pasar.
Salah
satu sebab kesenjangan supply dan demand pendidikan tinggi ialah kesenjangan
antara keinginan mahasiswa (dan dorongan orang tua serta persepsi masyarakat)
dengan kebutuhan akan tenaga kerja. Mahasiswa lebih menyenangi program studi
profesional seperti ahli hukum dan ekonomi dibanding dengan program teknologi
maupun pertanian. Gejala ini terjadi juga di negara industri maju dan sangat
kuat di negara berkembang. Sebaliknya kebutuhan akan tenaga kerja yang banyak
ialah di bidang industri dan pertanian.
Angka
partisipasi dan bertambahnya lulusan Perguruan Tinggi belum dengan sendirinya
meningkatkan produktivitas kerja karena adanya pengangguran sarjana yang
semakin meningkat. Data pendidikan nasional kita menunjukkan kecenderungan
sebagai berikut: 1). Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin besar
kemungkinan terjadinya pengangguran; 2). Pada tingkat pendidikan SLTP kebawah
cenderung terdapat kekurangan tenaga kerja terdidik; 3). Tamatan SLTA cenderung
untuk menganggur dan jumlahnya semakin besar; 40. surplus lulusan Perguruan
Tinggi cenderung berlipat ganda dari tahun ke tahun.
KESIMPULAN
1.
Konsep Link and Match (keterkaitan dan kesepadanan) merupakan konsep
keterkaitan antara lembaga pendidikan denagn dunia kerja, atau denagn kata lain
Link and Match ini adalah keterkaitan antara pemasok tenaga kerja dengan
penggunanya. Dengan adanya keterkaitan ini maka pendidikan sebaagi pemasok
tenaga kerja dapat mengadakan hubunga-hubungan dengan dunia usaha/industri.
2.
Dengan link dan match ini suatu lembaga khususnya Perguruan Tinggi bisa
mengadakan kerja sama dengan pihak lain khususnya dengan perusahaan atau
industri agar mahasiswa bisa magang di perusahaan tersebut. Perguruan tinggi
harus mau melakukan riset ke dunia kerja. Denagn adanya Link and Match tersebut
Perguruan Tinggi dapat mengetahui kompentensi (keahlian) apa yang paling
dibutuhkan dunia kerja dan kompetensi apa yang paling banyak dibutuhkan dunia
kerja. Selain itu, Perguruan Tinggi juga akan dapat memprediksi dan
mengantisipasi keahlian (kompetensi) apa yang diperlukan dunia kerja dan
teknologi sepuluh tahun ke depan. Dan yang lebih penting Perguruan Tinggi harus
menjalin relasi dan menciptakan link dengan banyak perusahaan agar bersedia
menjadi arena belajar kerja (magang) bagi mahasiswa yang akan lulus. Dengan
magang langsung (on the spot) ke dunia kerja seperti itu, lulusan tidak hanya
siap secara teori tetapi juga siap secara praktik.
3.
Adapun pendekatan yang digunakan untuk mewujudkan Link and Match adalah
pendekatan social dan pendekatan ketenagakerjaan. Pendekatan sosial merupakan
pendekatan yang didasarkan atas keperluan masyarakat yang mana pendekatan ini
menitik beratkan pada tujuan pendidikan dan pemerataan kesempatan dalam
mendapatkan pendidikan. pendekatan sosial merupakan pendekatan tradisional bagi
pembangunan pendidikan dengan menyediakan lembaga-lembaga dan fasilitas demi
memenuhi tekanan tekanan untuk memasukan sekolah serta memungkinkan pemberian
kesempatan kepada murit dan orang tua secara bebas.
Pendekatan
ketenagakerjaan merupakan pendekatan yang mengutamakan kepada keterkaitan
luusan sistem pendidikan dengan tuntutan terhadap tenaga kerja pada berbagai
sektor pembangunan dengan tujuan yang akan dicapai adalah bahwa pendidikan itu
diperlukan untuk membantu lulusan memperoleh kesempatan kerja yang lebih baik
sehingga tingkat kehidupannya dapat diperbaiki.
4.
Pendidikan formal dianggap sebagai penentu dalam menunjang pertumbuhan ekonomi,
dan titik temu antara pendidikan dan pertumbuhan ekonomi adalah produktivitas
kerja, dengan asumsi bahwa semakin tinggi mutu pendidikan, semakin tinggi
produktivitas kerja, semakin tinggi pula pengaruhnya terhadap pertumbuhan
ekonomi suatu masyarakat. Anggapan ini mengacu pada teori Human Capital yang
menerangkan bahwa pendidikan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
karena pendidikan berperan di dalam meningkatkan produktivitas kerja.


0 comments:
Posting Komentar