Selasa, 21 Oktober 2014

Konsep learning by doing sebagai induk lahirnya pendidikan vokasi/kejuruan




A.     PENDAHULUAN
Perkembangan dunia pendidikan saat ini sedang memasuki era yang ditandai dengan gencarnya inovasi teknologi, sehingga menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia kerja. Pendidikan harus mencerminkan proses memanusiakan manusia dalam arti mengaktualisasikan semua potensi yang dimilikinya menjadi kemampuan yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat luas. Hari Sudrajat (2003) mengemukakan bahwa : “Muara dari suatu proses pendidikan, apakah itu pendidikan yang bersifat akademik ataupun pendidikan kejuruan adalah dunia kerja, baik sektor formal maupun sektor non formal”.
Tingkat keberhasilan pembangunan nasional Indonesia di segala bidang akan sangat bergantung pada sumber daya manusia sebagai aset bangsa dalam mengoptimalkan dan memaksimalkan perkembangan seluruh sumber daya manusia yang dimiliki. Upaya tersebut dapat dilakukan dan ditempuh melalui pendidikan, baik melalui jalur pendidikan formal maupun jalur pendidikan non formal. Salah satu lembaga pada jalur pendidikan formal yang menyiapkan lulusannya untuk memiliki keunggulan di dunia kerja, diantaranya melalui jalur pendidikan kejuruan.
Pendidikan kejuruan yang dikembangkan di Indonesia diantaranya adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dirancang untuk menyiapkan peserta didik atau lulusan yang siap memasuki dunia kerja dan mampu mengembangkan sikap profesional di bidang kejuruan. Lulusan pendidikan kejuruan, diharapkan menjadi individu yang produktif yang mampu bekerja menjadi tenaga kerja menengah dan memiliki kesiapan untuk menghadapi persaingan kerja. Kehadiran SMK sekarang ini semakin didambakan masyarakat; khususnya masyarakat yang berkecimpung langsung dalam dunia kerja. Dengan catatan, bahwa lulusan pendidikan kejuruan memang mempunyai kualifikasi sebagai (calon) tenaga kerja yang memiliki keterampilan vokasional tertentu sesuai dengan bidang keahliannya.
Gambaran tentang kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang disarikan dari Finch dan Crunkilton (1979), bahwa : “Kualitas pendidikan kejuruan menerapkan ukuran ganda, yaitu kualitas menurut ukuran sekolah atau in-school success standards dan kualitas menurut ukuran masyarakat atau out-of school success standards”. Kriteria pertama meliputi aspek keberhasilan peserta didik dalam memenuhi tuntutan kurikuler yang telah diorientasikan pada tuntutan dunia kerja, sedangkan kriteria kedua, meliputi keberhasilan peserta didik yang tertampilkan pada kemampuan unjuk kerja sesuai dengan standar kompetensi nasional ataupun internasional setelah mereka berada di lapangan kerja yang sebenarnya.
Upaya untuk mencapai kualitas lulusan pendidikan kejuruan yang sesuai dengan tuntutan dunia kerja tersebut, perlu didasari dengan kurikulum yang dirancang dan dikembangkan dengan prinsip kesesuaian dengan kebutuhan stakeholders. Kurikulum pendidikan kejuruan secara spesifik memiliki karakter yang mengarah kepada pembentukan kecakapan lulusan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas pekerjaan tertentu. Kecakapan tersebut telah diakomodasi dalam kurikulum SMK yang meliputi kelompok Normatif, Adaptif dan kelompok Produktif.
Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang dimulai dari berpikir mengenai ide kurikulum sampai bagaimana pelaksanaannya di sekolah. Hasan (1988) mengungkapkan bahwa, aspek-aspek dalam prosedur pengembangan kurikulum merupakan aspek-aspek kegiatan kurikulum yang terdiri atas empat dimensi yang saling berhubungan satu terhadap yang lain,   yaitu : (1) Kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi, (2) Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, (3) Kurikulum sebagai suatu kegiatan (proses) dan (4) Kurikulum sebagai suatu hasil belajar.
Kurikulum yang diimplementasikan di SMK saat ini, khusus untuk kelompok produktif masih menggunakan kurikulum tahun 2004, sedangkan untuk kelompok normatif dan adaptif sudah menggunakan model pengelolaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2006. Pada tataran implementasi kurikulum ini mauntut kreativitas guru di dalam memberikan pengalaman belajar yang dapat meningkatkan kompetensi peserta didik, karena betapapun baiknya kurikulum yang telah direncanakan pada akhirnya berhasil atau tidaknya sangat tergantung pada sentuhan aktivitas dan kreativitas guru sebagai ujung tombak implementasi suatu kurikulum.
Pendidikan dan pelatihan di SMK; khusnya pada program produktif yang sesuai dengan bidang keahlian, secara ideal dituntut untuk menerapkan pendekatan pembelajaran yang mampu memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik di dalam penguasaan kompetensi atau kemampuan kerja sesuai dengan tuntutan dunia usaha dan industri. Pendekatan pembelajaran tersebut terdiri dari : Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competency Based Training), Pelatihan Berbasis Produksi (Production Based Training) dan Pelatihan Berbasis Industri. Dengan menerapkan pendekatan pembelajaran ini diharapkan mampu memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik di dalam penguasaan seluruh kompetensi yang harus dikuasai sesuai Standar Kompetensi Nasional, sehingga mereka mampu mengikuti uji level pada setiap akhir semester untuk Kelas X dan XI serta uji kompetensi untuk kelas XII yang dilaksanakan oleh pihak industri sebagai inatitusi pasangan.
learning by doing artinya proses belajar yang menitik beratkan pada usaha belajar sambil beraktivitas. belajar sambil bekerja atau sambil bekerja juga sambil belajar. Kata ini memiliki konsep bahwa kita tidak perlu belajar teori terlebih dahulu untuk melakukan suatu praktek. Tetapi sambil action maka sambil belajar. Sebagai contoh misalnya berwirausaha menjaul peyek. Kita tidak harus membaca buku Philip Kotler sampai jilid 3 terbaru atau membaca literatur yang lain. Kita cukup bikin peyeknya terus jualan apakah ditolak oleh calon pembeli atau diterima, peyeknya remuk di jalan atau mlempem waktu dijual, itu dipikirin entar. Yang penting jualan duluatau  action dulu. Its a learning by doing on the simple case.
Learning by doing penting untuk dilakukan. Meski pada keadaan tertentu menuntut kita untuk belajar secara teoritis terlebih dahulu sebelum melakukan suatu hal (misal: ujian).
Learning by doing person adalah mereka yang senantiasa mengambil pelajaran dari masa lalu, mereka yang sambil melakukan sesuatu sekaligus mempelajarinya, mengukir ke dalam otaknya, dan menjadikannya bekal di masa depan.

B.      LAHIRNYA LEARNING BY DOING
Manusia  dilahirkan  dalam  keadaan tidak dewasa dan tak berdaya,  tanpa dibekali  dengan bahasa,  keyakinan-keyakinan, gagasan-gagasan  atau  norma norma  sosial.  Hal  ini  mengandung  arti  bahwa  setiap manusia tumbuh secara berangsur angsur mencapai kemampuan-kemampuan biologis, psikologis, dan sosial. Sesuai dengan pandangannya tentang hakikat realitas, manusia dipandang sebagai mahluk yang dinamis, tumbuh dan berkembang. Anak dipandang sebagai individu yang aktif.
Pengetahuan bersifat hipotetis dan relatif yang kebenarannya tergantung pada kegunaannya dalam kehidupan  dan  praktek.  Pengetahuan  adalah  instrumen  untuk  bertindak  sedangkan dalam membahas hakikat nilai pragmatisme  menyatakan bahwa tidak ada nilai yang berlaku secara universal atau absolut. Etika tidak diturunkan dari hukum tertinggi yang bersumber   dari  zat  supernatural.   Standar  tingkah  laku  perseorangan   dan  sosial ditentukan   secara   eksperimental   dalam   pengalaman   hidup.   Etika   pragmatisme memiliki karakteristik: empiris, relatif, partikular (khusus), dan ada dalam proses.
Pendidikan diartikan sebagai proses reorganisasi dan rekonstruksi (penyusunan kembali) pengalaman sehingga dapat menambah efisiensi individu dalam interaksinya dengan lingkungan  dan dengan demikian  mempunyai  nilai sosial untuk memajukan kehidupan masyarakat.
Tokoh aliran Pragmatisme  antara lain John Dewey dan Williams James. Dewey dalam bukunya Democracy and Education menekankan pentingnya pendidikan karena berdasarkan  tiga pokok pemikiran, yaitu (1) pendidikan merupakan kebutuhan untuk hidup, (2) pendidikan sebagai pertumbuhan, dan (3) pendidikan sebagai fungsi sosial. Yang menyebabkan pendidikan sebagai kebutuhan untuk hidup, adalah karena adanya anggapan bahwa selain pendidikan sebagai alat, melainkan juga berfungsi sebagai pembaharu hidup atau renewal of life.  Hidup itu selalu berubah, selalu menuju kepada pembaharuan.   
Hidup   itu   ialah   a   self   renewing   process   through   action   upon environment. Pendidikan sebagai agen pertumbuhan terjadi bilamana mampu mengembangkan   potensi   anak   yang   tersembunyi yang   disebut   potensialitas pertumbuhan. pendidikan   berfungsi   membantu   anak   untuk   mengaktualisasikan potensi-potensi  yang  tersembunyi  tersebut.  Pendidikan  memiliki  fungsi  sosial  jika mampu  mengembangkan  jiwa  sosial  pada  anak  karena  sebagai  individu  anak  juga sebagai mahluk sosial yang selalu berinteraksi dengan individu lainnya. Oleh karena itu dalam hal ini pendidikan harus mampu memfasilitasi anak dalam melakukan proses sosialisasi sehingga dapat menjadi warga masyarakat yang diharapkan.
Di  samping  pandangan  di  atas,  sesuai  dengan  pandangannya  tentang  hakikat realitas yang terus mengalir, berubah, berkembang, Dewey mengemukakan bahwa pendidikan   berarti   perkembangan   sejak   lahir   hingga   menjelang   kematian.   Jadi pendidikan itu juga berarti kehidupan, dengan lain perkataan, pendidikan adalah hidup itu sendiri. Bagi Dewey, education is growth, development,  and life. Artinya proses pendidikan tidak mempunyai tujuan di luar dirinya tetatpi terdapat dalam pendidikan itu sendiri. Proses pendidikan bersifat kontinu, reorganisasi dan rekonstruksi, dan pengubahan  pengalaman  hidup.  Pragmatisme  tidak  mengenal  adanya  tujuan  umum atau   tujuan   akhir   pendidikan,   yang   ada   hanyalah   tujuan   instrumental   karena tercapainya tujuan yang satu adalah alat untuk mencapai tujuan berikutnya. Setiap fase perkembangan   kehidupan,   masa  kanak-kanak.   Masa  pemuda  dan  masa  dewasa, semuanya adalah fase pendidikan, semua yang dipelajari pada fase-fase tersebut mempunyai arti sebagai pengalaman belajar, pengalaman pendidikan. Dalam arti yang luas  pendidikan  menurut  pragmatisme  dapat  dikatakan  bahwa  pendidikan  adalah segala bentuk pengalaman  belajar yang berlangsung  dalam segala lingkungan hidup dan sepanjang hidup.
Pendidikan adalah segala situasi hidup yang mempengaruhi pertumbuhan seseorang. Menurut Dewey, pendidikan yang benar hanya akan muncul dengan menggali keunggulan-keunggulan anak yang timbul dari tuntutan situasi sosial di mana dia menemukan dirinya sendiri. Melalui tuntutan sosial ini anak dirangsang untuk mampu bertindak  sebagai  anggota  suatu  unit  sosial  tertentu.  Beberapa  pandangan  Dewey tentang pendidikan dapat dirangkum sebagai berikut.
1)  Insting dan potensi-potensi anak menjadi titik tolak untuk semua pendidikan.
2)  Pendidikan adalah proses hidup itu sendiri dan bukan persiapan untuk hidup.
3)  Sebagai lembaga sosial, sekolah harus menyajikan  kehidupan  nyata dan penting bagi anak sebagaimana yang terdapat di dalam rumah, di lingkungan sekitar, atau di lingkungan masyarakat luas. (Dewey dalam Krogh, 1994).
Tujuan pendidikan  diarahkan untuk mencapai suatu kehidupan yang demokratis. Demokrasi bukan dalam arti politik, melainkan sebagai cara hidup bersama, sebagai way of life,  pengalaman  bersama  dan komunikasi  bersama.  Dewey  mengemukakan beberapa karakteristik tujuan pendidikan yang baik sebagai berikut.
1)   Tujuan  pendidikan  hendaknya  ditentukan  berdasarkan  kegiatan  dan  kebutuhan intrinsik peserta didik.
2)   Tujuan   pendidikan   harus   mampu   menimbulkan   suatu   metode   yang   dapat mempersatukan aktifitas pengajaran yang sedang berlangsung.
3)   Pendidik harus tetap menjaga jangan sampai ada tujuan umum dan tujuan akhir.
Pendidikan sama dengan pertumbuhan. Syarat  pertumbuhan    adalah   adanya   kebelumdewasaan  atau  kebelum matangan (immaturity), yang berarti kemampuan untuk berkembang. Immaturity tidak berarti negatif tetapi positif, yaitu kemampuan, kecakapan, dan kekuatan untuk tumbuh. Ini menunjukkan  bahwa anak didik adalah hidup, ia memiliki  semangat  untuk berbuat. Pertumbuhan bukan sesuatu yang harus kita berikan, akan tetapi sesuatu yang harus mereka lakukan sendiri. Ada dua sifat immaturity, yakni kebergantungan  dan plastisitas. Kebergantungan berarti  kemampuan  untuk  menyatakan  hubungan  sosial  dan ini akan  menyebabkan individu   itu   matang   dalam   hubungan   sosial. Sebagai   hasilnya,   akan   tumbuh kemampuan  interdependensi  atau saling  kebergantungan  antara anggota  masyarakat yang satu dengan yang lain. Plastisitas mengandung pengertian kemampuan untuk berubah. Plastisitas berarti juga habitat yaitu kecakapan menggunakan keadaan lingkungan sebagai alat untuk mencapai tujuan, bersifat aktif mengubah lingkungan. Dalam proses belajar, Dewey menekankan pentingnya prinsip learning by doing atau belajar dengan bekerja,  belajar melalui praktek,  karena belajar dengan bekerja adalah dua kegiatan yang tidak dapat dipisahklan  seperti halnya pendidikan  dengan kehidupan atau seperti halnya anak dengan masyarakat. Learning by doing ini berlaku bagi semua tingkatan usia anak. Kapankah  proses  belajar  itu  dimulai  dan  kapankah  berakhir.  Sesuai  dengan pandangan  Dewey, bahwa pendidikan  adalah pertumbuhan  itu sendiri,  maka proses belajar   pun berlangsung terus-menerus  sejak lahir dan berakhir pada saat kematian. Pendidikan adalah pengalaman, yaitu suatu proses yang berlangsung secara terus- menerus. Terdapat hubungan yang erat antara proses belajar, pengalaman dan berpikir.

C.      KARAKTERISTIK DAN TUNTUTAN PERKEMBANGAN PENDIDIKAN KEJURUAN
Pada karakteristik Pendidikan Kejuruan, pendidikan kejuruan memiliki karakteristik yang berbeda dengan satuan pendidikan lainnya. Perbedaan tersebut dapat dikaji dari tujuan pendidikan, substansi pelajaran, tuntutan pendidikan dan lulusannya.
Tujuan pendidikan kejuruan, Pendidikan kejuruan bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan peserta didik untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan program kejuruannya. Dari tujuan pendidikan kejuruan tersebut mengandung makna bahwa pendidikan kejuruan di samping menyiapkan tenaga kerja yang profesional juga mempersiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi sesuai dengan program kejuruan atau bidang keahlian.
Berdasarkan pada tujuan pendidikan kejuruan di atas, maka untuk memahami filosofi pendidikan kejuruan perlu dikaji dari landasan penyelenggaraan pendidikan kejuruan sebagai berikut :
Asumsi tentang anak didik, pendidikan kejuruan harus memandang anak didik sebagai individu yang selalu dalam proses untuk mengembangkan pribadi dan segenap potensi yang dimilikinya. Pengembangan ini menyangkut proses yang terjadi pada diri anak didik, seperti proses menjadi lebih dewasa, menjadi lebih pandai, menjadi lebih matang, yang menyangkut proses perubahan akibat pengaruh eksternal, antara lain berubahnya karir atau pekerjaan akibat perkembangan sosial ekonomi masyarakat.
Pendidikan kejuruan merupakan upaya menyediakan stimulus berupa pengalaman belajar untuk membantu mereka dalam mengembangkan diri dan potensinya. Oleh karena itu, keunikan tiap individu dalam berinteraksi dengan dunia luar melalui pengalaman belajar merupakan upaya terintegrasi guna menunjang proses perkembangan diri anak didik secara optimal. Kondisi ini tertampilkan dalam prinsip pendidikan kejuruan “learning by doing”, dengan kurikulum yang berorientasi pada dunia kerja

3. STRATEGI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEJURUAN
Strategi pembelajaran ini berkaitan dengan cara atau sistem penyampaian isi kurikulum dalam upaya pencapaian tujuan yang telah dirumuskan. Keberhasilan aktivitas belajar peserta didik banyak dipengaruhi oleh strategi mengajar yang digunakan oleh guru.
Pendekatan pembelajaran yang diterapkan di SMK adalah pembelajaran berbasis kompetensi. Pendekatan pembelajaran ini harus menganut pembelajaran tuntas (mastery learning) untuk dapat menguasai sikap (attitude), ilmu pengetahuan (knowledge) dan keterampilan (skills) agar dapat bekerja sesuai profesinya seperti yang dituntut suatu kompetensi. Untuk dapat belajar secara tuntas, dikembangkan prinsip pembelajaran sebagai berikut :
a.  Learning by doing (belajar melalui aktivitas/kegiatan nyata, yang memberikan pengalaman belajar bermakna), dikembangkan menjadi pembelajaran berbasis produksi
b.Individualized learning (pembelajaran dengan memperhatikan keunikan setiap individu) dilaksanakan dengan sistem modular.

D.     LEARNING BY DOING
Dalam penerapan learning by doing sebagai sebuah teori  belajar menjadi pilihan penulis dengan sejumlah asumsi.
1.       learning by  doing memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar. Konsep dasar learning by doing berakar pada persepsi pembelajaran berpusat pada siswa (child-centered education), belajar adalah berbuat sesuatu dan menghasilkan karya. Pandangan dasar ini menempatkan siswa sebagai subyek dan pelaku belajar. Sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan pembimbing belajar.
2.      Prinsip-prinsip pembelajaran yang tersurat dari teori ini memberi peluang bagi siswa mengaktualisasikan kemampuan pikiran dan mentalnya secara maksimal melalui cara-cara belajar yang bertanggung jawab berbasis pengalaman. Belajar adalah sesuatu yang  bersifat real karena terhubung dengan kebutuhan siswa. Siswa belajar beradaptasi dengan lingkungan dan belajar menghadapi persoalan-persoalan yang timbul karenanya . Pada hakekatnya belajar adalah memberi kondisi pada siswa untuk mengembangkan keingintahuan dan rasa penasaran terhadap sesuatu sehingga memunculkan keinginan untuk menyelidiki. Guru berkewajiban menyediakan peluang dan kondisi untuk belajar dan berekspresi, agar siswa mampu melakukan hal itu.
3.      Dengan teori ini, maka pembelajaran akan menuju pembentukan siswa yang berkarakter, mandiri dan bertanggung jawab, baik sebagai individu, kelompok, maupun anggota masyarakat. Proses pendidikan yang berlangsung di sekolah merupakan cermin aktivitas masyarakat. Kelas adalah masyarakat kecil yang mempersiapkan siswa menjadi individu yang peduli terhadap perkembangan lingkungannya. Segala sesuatu yang penting terjadi di masyarakat haruslah menjadi bahan belajar bagi siswa. Belajar ditujukan pada pembekalan siswa menjadi anggota masyarakat yang baik.
Proses pembelajaran dibidang hard skill dicapai melalui penerapan konsep berisikan materi teori 40% dan praktek 60% guna menjamin tercapainya tujuan pembelajaran, diterapkan ukuran kelas kecil dengan jumlah maksimal 30 mahasiswa perkelas. Penekanan di bidang soft skill diarahkan untuk mencapai karakter kejujuran, kepemimpinan, kedisiplinan, kerjasama tim, dan kecerdasan dalam bekerja (works smart).

KESIMPULAN
Akan bermakna jika siswa melakukan  sesuatu ketika dia belajar. Artinya dikatakan belajar jika dia secara langsung terlibat ke dalam apa yang dia pelajari. Belajar artinya mengalami sesuatu. Anak  menyelidiki dan mengamati sendiri, berpikir dan menarik kesimpulan,  membangun teori sendiri, melakukan sesuatu sesuai dengan kemampuannya.  Siswa bekerja secara bersama-sama, berkelompok, dan bersosialisasi seperti  layaknya sebuah sistem masyarakat yang berhubungan. Dengan cara seperti ini  anak belajar sambil bekerja dan bekerja sambil belajar.

0 comments: