A. PENDAHULUAN
Pada
hakekatnya pendidikan dalam konteks pembangunan nasional mempunyai
fungsi sebagai pemersatu bangsa, penyamaan kesempatan dan
pengembangan potensi diri yang diharapkan dapat memperkuat keutuhan Bangsa dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajara n agar
peserta dididk secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Dunia
pendidikan merupakan ruang yang selalu bersentuhan langsung dengan manusia.
Pendidikan yang berkwalitas akan memberikan kemajuan bagi umat manusia dari
berbagai segi kehidupan. Satuan pendidikan pendidikan yang ada di Indonesia
terbagi atas pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal dimulai dengan
Jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah dan pendidikan tinggi. Sedangkan
model penyelenggaraan pendidikan terbagi terbagi dua yakni pendidikan umum/
akademik dan pendidikan kejuruan/ vokasi/ professional. Pendidikan menengah kejuruan
memiliki peran untuk mempersiapkan peserta didik agar siap bekerja baik secara
mandiri (wiraswasta) maupun mengisi lowongan pekerjaan di dunia industri. Untuk
dapat bekerja dan bersaing di industry maupun berwiraswasta, lulusan SMK harus
memiliki kompetensi nyakni kemampuan yang disyaratkan untuk menyelesaikan
pekerjaan tertentu pada dunia kerja dan ada pengakuan resmi terhadap kemampuan
tersebut.
Paradigma
pendidikan Kejuruan sangat berbeda dengan pendidikan umum. Pendidkan kejuruan
yaitu menekankan pada pendidikan yang menyesuaikan dengan permintaan pasar (demand
driven). Kebersambungan (link) diantara pengguna lulusan pendidikan
dan penyelenggara pendidikan dan kecocokan (match) diantara employee
dengan employer menjadi dasar penyelenggaraan dan ukuran keberhasilan
penyelenggaraan pendidikan vokasi
dapat dilihat dari tingkat mutu dan relevansi yaitu jumlah penyerapan lulusan
dan kesesuaian bidang pekerjaan dengan bidang keahlian yang dipilih dan
ditekuninya. Pendidikan vokasi
melayani sistim ekonomi, sistim sosial, dan politik. Meskipun pendidikan
kejuruan tidak terpisahkan dari sistim pendidikan secara keseluruhan, namun
sudah barang tentu mempunyai kekhususan atau karakteristik tertentu yang
membedakannya dengan pendidikan yang lain. Perbedaan ini tidak hanya dalam
definisi, struktur organisasi dan tujuan pendidikannya saja, tetapi juga
tercermin dalam aspek-aspek lain yang erat kaitannya dengan perencanaan
kurikulum. Oleh Karena itu, prinsip, karakteristik dan asumssi tidak boleh
diabaikan pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan kejuruan.
B.
PRINSIP, KARAKTERISTIK, DAN ASUMSI
PENDIDIKAN PTK
1.
Prinsip Pendidikan Teknologi
Kejuruan
Prinsip-prinsip pendidikan teknologi dan kejuruan
ada dua sumber yang membahas tentang prinsip PTK ini. Yang pertama adalah Dr.
Charles Allen Prosser (1871-1952) dalam bukunya “Vocational Education in a Democracy”, dan Melvin L. Barlow dalam artikelnya Foundation of Vocational Education dalam American Vocational Journal
(1967).
a.
Prinsip
Pendidikan PTK Menurut Dr. Charles Allen Prosser
Menurut Dr. Charles Allen Prosser (1871-1952), bahwa
sekolah harus membantu para siswanya untuk mendapatkan pekerjaan,
mempertahankan pekerjaan tersebut dan terus maju dalam karir. Dr. Charles Allen
Prosser yakin bahwa harus ada sekolah vokasional
untuk publik sebagai alternatif terhadap sekolah umum yang sudah ada. Sekolah vokasional yang dimaksud adalah sekolah
yang menyediakan pelajaran untuk berbagai jenis pekerjaan yang ada di industri.
Dr. Charles Allen Prosser percaya bahwa pendidikan vokasional di jenjang sekolah menengah atas akan mampu menjadikan
para siswa lebih independen.
Dr. Charles Allen Prosser adalah seorang praktisi
dan akademisi Amerika Serikat yang sering dianggap sebagai bapak pendidikan
kejuruan, terutama di Amerika. Professor juga adalah seorang guru Fisika dan
Sejarah di New Albany High School dan mendapatkan gelar PhD dari Columbia
University. Di kalangan akademisi pendidikan vokasi dan kejuruan di Indonesia, Prosser cukup dikenal sebagai
penyusun 16 Prinsip Pendidikan Vokasi
atau sering juga disebut sebagai 16 Dalil Prosser:
1)
Pendidikan
kejuruan akan efisien jika lingkungan dimana siswa dilatih merupakan replika
lingkungan dimana nanti ia akan bekerja.
2)
Pendidikan
kejuruan yang efektif hanya dapat diberikan dimana tugas-tugas latihan
dilakukan dengan cara, alat dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di
tempat kerja.
3)
Pendidikan
kejuruan akan efektif jika melatih seseorang dalam kebiasaan berpikir dan
bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri.
4)
Pendidikan
kejuruan akan efektif jika dapat memampukan setiap individu memodali minatnya,
pengetahuannya dan keterampilannya pada tingkat yang paling tinggi.
5)
Pendidikan
kejuruan yang efektif untuk setiap profesi, jabatan atau pekerjaan hanya dapat
diberikan kepada seseorang yang memerlukannya, yang menginginkannya dan yang
mendapat untung darinya.
6)
Pendidikan
kejuruan akan efektif jika pengalaman latihan untuk membentuk kebiasaan kerja
dan kebiasaan berpikir yang benar diulang-ulang sehingga sesuai seperti yang
diperlukan dalam pekerjaan nantinya.
7)
Pendidikan
kejuruan akan efektif jika gurunya telah mempunyai pengalaman yang sukses dalam
penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan
dilakukan.
8)
Pada
setiap jabatan ada kemampuan minimum yang harus dipunyai oleh seseorang agar
dia tetap dapat bekerja pada jabatan tersebut.
9)
Pendidikan
kejuruan harus memperhatikan permintaan pasar.
10)
Proses
pembinaan kebiasaan yang efektif pada siswa akan tercapai jika pelatihan
diberikan pada pekerjaan yang nyata (pengalaman sarat nilai).
11)
Sumber
yang dapat dipercaya untuk mengetahui isi pelatihan pada suatu okupasi tertentu
adalah dari pengalaman para ahli okupasi tersebut.
12)
Setiap
pekerjaan mempunyai ciri-ciri isi (body of content) yang berbeda-beda antara
satu dengan yang lain.
13)
Pendidikan
kejuruan akan merupakan layanan sosial yang efisien jika sesuai dengan
kebutuhan seseorang yang memang memerlukan dan memang paling efektif jika
dilakukan lewat pengajaran kejuruan.
14)
Pendidikan
kejuruan akan efisien jika metode pengajaran yang digunakan dan hubungan
pribadi dengan peserta didik mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik
tersebut.
15)
Administrasi
pendidikan kejuruan akan efisien jika luwes.
16)
Pendidikan
kejuruan memerlukan biaya tertentu dan jika tidak terpenuhi maka pendidikan
kejuruan tidak boleh dipaksakan beroperasi.
b.
Prinsip
Pendidikan adn Kejuruan Menurut Miller
Dalam kaitannya dengan prinsip pengajaran pendidikan
kejuruan, Miller juga memberikan 8 prinsip sebagai berikut:
1.
Kesadaran
akan karir adalah bagian penting dalam pendidikan kejuruan khususnya pada
proses awal pendidikan itu sendiri.
2.
Pendidikan
kejuruan merupakan pendikan yang menyeluruh dan merupakan bagian dari
masyarakat (public system).
3.
Kurikulum
dalam pendidikan kejuruan berdasarkan atas kebutuhan dunia kerja/ dunia
industry.
4.
Jabatan
atu pekerjaaan dalam kelompok/ keluarga sebagai salah satu pengembangan
kurikulum pendidikan kejuruan khususnya pada tingkat menengah.
5.
Inovasi
merupakan bagian yang sangat ditekankan dalam pendidikan kejuruan.
6.
Seseorang dipersiapkan
untuk dapat memasuki dunia kerja melalui pendidikan kejuruan.
7.
Keselamatan
kerja merupakan unsure penting dalam pendidikan kejuruan.
8.
Pengawasan
dalam peningkatan pengalaman okupasi/ pekerjaan dapat dilakukan melalui
pendidikan kejuruan.
c.
Prinsip
Pendidikan PTK Menurut Melvin L. Barlow
Sedangkan menurut Melvin L. Barlow dalam artikelnya Foundation
of Vocational Education dalam American Vocational Journal (1967),
menyampaikan pokok-pokok pikiran tentang pendidikan vokasi atau kejuruan (vocational education). Ada 7 poin
penting yang dikemukakan, yaitu:
1) Vocational education is a national concern. Pendidikan vokasi
adalah hal penting yang merupakan concern atau kepedulian tingkat nasional.
2) Vocational education provides the common defense and
promotes the general welfare.
Pendidikan vokasi yang efektif akan
bermanfaat bagi pertahanan negera (seperti dukungan pada saat kondisi perang),
serta mendukung peningkatan kesejahteraan ekonomi warga negara dan keluarganya.
3) Vocational preparation of youth and adults is a
public school responsibility. Sekolah
publik memainkan peranan penting dalam menyiapkan generasi muda dan juga warga
dewasa untuk mempersiapkan pekerjaan mereka.
4) Vocational education requires a sound basic
education. Pendidikan vokasi memerlukan adanya fondasi dasar yang baik dan kuat dari
jenjang sekolah sebelumnya agar dapat sukses. Hal ini disebabkan makin
tingginya teknologi yang diapakai di berbagai bidang pekerjaan.
5) Vocational Education is planned and conducted in
close cooperation with business and industry. Hal ini adalah fondasi penting keberhasilan pendidikan vokasi, umumnya melalui komite penasihat
(advisory committee) yang terdiri dari kalangan bisnis dan industri.
6) Vocational education provide the skills and
knowledge valuable in the labor market. Materi
pembelajaran ditentukan berdasar analisis kebutuhan pasar kerja, dibutuhkan
juga studi penempatan dan tindak lanjut terhadap para lulusan agar diketahui
bagaimana hasil program diterima, dimanfaatkan dan dimodifikasi di pasar
kerja.
7) Vocational education provides continuing education
for youth and adults.
Pendidikan vokasi tidak hanya ada di
sekolah, tetapi juga harus ada di industri dan berbagai program vokasi untuk orang dewasa, hal ini
berkontribusi nyata meningkatkan tingkat intelegensia (industrial
intelligence) tenaga kerja. Permasalahan dalam pelatihan ulang (retraining)
dan pembelajaran sepanjang hayat adalah elemen penting yang membentuk
pendidikan vokasi yang kuat.
PTK akan efektif jika lingkungan peserta
didik dilatih seperti replica di lingkungan kerja. Untuk
menciptakan suatu suasana belajar yang mirip dengan dunia kerja dan dunia
industri, diperlukan banyak perlengkapan, sarana dan prasarana. Ketersediaannya
bengkel yang lengkap dengan alat dan bahannya akan memberikan pengalaman
belajar yang hampir sama dengan di lapangan sehingga ketika peserta didik
berinteraksi langsung dengan dunia industri, telah memiliki kemandirian dan
keterampilan kerja sesuai yang diharapkan. Untuk membuat suatu replica sesuai
lingkungan kerja, maka diperlukan biaya yang besar sehingga kami yakin bahwa
tidak semua sekolah kejuruan dapat melakukan hal tersebut karena masalah
pendanaan. Oleh karena itu, kerjasama dengan industri sangat diperlukan untuk
mewujudkan hal ini. Misalnya menerima peserta didik.
1. praktek
industri yaitu peserta didik melakukan kegiatan belajar di industri karena
tidak tersedianya alat dan bahan di sekolah
2. PSG yaitu pendidikan dual system yaitu peserta
didik belajar di industri dan di sekolah, dan
3. 3.
Prakerin yaitu kegiatan belajar/praktek peserta didik yang murni
dilakukan sepenuhnya di industri.
Sarana Prasarana belajar mengajar dan praktikum di SMK harus
berstandar dan selalu mengikuti perkembangan teknologi sehingga bermafaat bagi
peserta didik.Prasarana dan sarana pendidikan adalah salah satu sumber daya
yang menjadi tolok ukur mutu sekolah dan perlu peningkatan terus menerus
seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cukup canggih.
Manajemen prasarana dan sarana sangat diperlukan dalam menunjang tujuan
pendidikan yang sekaligus menunjang pembangunan nasional, oleh karena itu
diperlukan pengetahuan dan pemahaman konseptual yang jelas agar dalam
implementasinya tidak salah arah. Dan juga pendidikan teknologi dan kejuruan harus
memperhatikan permintaan pasar sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) adalah bagian dari sistem pendidikan
nasional yang bertujuan mempersiapkan tenaga yang memiliki keterampilan dan
pengetahuan sesuai dengan kebutuhan persyaratan lapangan kerja dan mampu
mengembangkan potensi dirinya dalam mengadopsi dan beradaptasi dengan
perkembangan teknologi. Dalam proses pendidikan kejuruan perlu ditanamkan pada
peserta didik pentingnya penguasaan pengetahuan dan teknologi, keterampilan
bekerja, sikap mandiri, efektif dan efisien dan pentingnya keinginan sukses
dalam kariernya sepanjang hayat. Oleh karena itu, arah pengembangan pendidikan
kejuruan diorientasikan pada permintaan pasar kerja. Orientasi berdasarkan
permintaan pasar dapat dilakukan dengan pengembangan kurikulum yang
mempertimbangan perkembangan dunia industri.
2. Karakteristik
Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan
Dewasa
ini negara-negara didunia menempatkan pendidikan menengah teknologi dan
kejuruan sebagai pendukung pengembangan perekonomian dengan tujuan untuk
meningkatkan pendapatan nasional yang pada gilirannya diharapkan dapat
meningkatkan kesejahtraan masyarakatnya. Pendidikan teknologi kejuruan itu
diperlukan untuk menghasilkan teknisi dengan kompetensi tertentu gunda
menjalankan roda perindustrian dan perdagangan serta bidang-bidang kejuruan
lainnya, baik pada tataran nasional maupun regional. Namun hingga saat ini
masih banyak negara-negara berkembang yang belum berhasil meletakkan landasan
pengembangan pendidikan teknologi dan kejuruan yang sesuai dengan kondisi
sumber daya manusia dan sumber daya alam negara masing.
Bagi
indonesia, dengan dikelurkannya UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dan UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen srta pembentukan badan
standarisasi nasional pendiidkan (BSNP) menunjukkan adaya upaya pemerintah dan
dewan perwakilan rakyat RI dalam membenahi sistem pendidikan nasional. Namun
proses ini pun diperkiran masih memerlukan waktu yang panjang karena
standar-standar pendidikan yang disusun oleh BSBN (PP No. 19 tahun 2005 pasal 2
ayat 1) belum menampakkan sebgai hasil yang optimal dalam arti masih perlu
diuji coba dan disempurkan.
Untuk
mengoperasionalkan kebijakan-kebijakan pemerintah yang dalam hal ini adalah
departemen pendidikan nasional (depdiknas), maka setiap satuan pendidikan terlebih
dahulu harus mengembangkan kurikulum dengan mengacu pada pedoman-pedoman
pengembangan KTSP dan kondisi daerah dimana satuan pendidikan (sekolah) itu
berada. Dalam hubungan ini terdapat sepuluh karakteristik pendidikan teknologi
dan kejuruan yang perlu diperhatikan dalam perencanaan kurikulum, yakni:
4.
Orientasi
5.
Justifikasi
6.
Fokus
7.
Standar
8.
Keberhasilan disekolah
9.
Perindustrian dan masyarakat
10. Keterlibatan
pemerintah
11. Responsiveness
12. Logistik
dan pembiayaan
Untuk
memahami tentang pendidikan kejuruan, semestinyalah kita harus memahami
karakteristik pendidikan kejuruan terlebih dulu. Meskipun pendidikan kejuruan
tidak terpisahkan dari sistim pendidikan secara keseluruhan, namun sudah barang
tentu mempunyai kekhususan atau karakteristik tertentu yang membedakannya
dengan pendidikan yang lain. Perbedaan ini tidak hanya dalam definisi, struktur
organisasi dan tujuan pendidikannya saja, tetapi juga tercermin dalam
aspek-aspek lain yang erat kaitannya dengan perencanaan kurikulum, yaitu :
1.
Orientasi
pendidikan kejuruan
Sebagai suatu system pendidikan yang
bertujuan mempersiapkan lulusannya memasuki lapangan kerja, maka orientasi
pendidikan kejuruan haruslah tertuju kepada keberhasilan belajar berupa output atau lulusannya yang dapat
dipasarkan di pasar tenaga kerja. Lebih jauh keberhasilan program pendidikan
kejuruan secara tuntas berorientasi pada penampilan para lulusannya kelak di
lapangan kerja.
2.
Justifikasi
untuk eksistensinya
Untuk mengembangan program
pendidikan kejuruan perlu alasan atau jastifikasi khusus yang ini tidak begitu
dirasakan oleh pendidikan umum. Justifikasi khusus adalah adanya kebutuhan
nyata yang dirasakan tenaga kerja di lapangan kerja atu industri baik jasa
maupun barang.
3.
Fokus
kurikulumnya
Pendidikan kejuruan bukan hanya
menekankan pada aspek skill material saja, tetapi juga menekankan kepada aspek
belajar yang lainnya. Rangsangan dan pengalaman belajar yang disajikan melalui
pendidikan kejuruan mencakup rangsangan dan pengalaman belajar yang
mengembangkan domain afektif, kognitif dan psikomotor berikut paduan
integralnya yang siap untuk dipadukan baik pada situasi kerja yang tersimulasi
lewat proses belajar maupun nanti dalam situasi kerja yang sebenarnya. Ini
termasuk sikap kerja dan orientasi nilai yang mendasari aspirasi, motivasi dan
kemampuan kerjanya.
4.
Kriteria
keberhasilannya
Berlainan dengan pendidikan umum,
kriteria untuk menentukan keberhasilan suatu lembaga pendidikan kejuruan pada
dasarnya menerapkan 2 kriteria yaitu keberhasilan di sekolah (in school
success) dan out of school succes. Kriteria pertama meliputi aspek keberhasilan
siswa dalam memenuhi persyaratan kurikuler yang sudah diorientasikan ke
persyaratan dunia kerja, sedang kriteria yang kedua diindikasikan oleh
keberhasilan atau penampilan lulusan setelah berada di dunia kerja yang
sebenarnya.
5.
Kepekaannya
terhadap perkembangan masyarakat
Karena komitmen yang tinggi untuk
selalu berorientasi ke dunia kerja, pendidikan kejuruan mempunya ciri lain
berupa kepekaan atau daya suai yang tinggi terhadap perkembangan masyarakat dan
dunia kerja. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pasang surutnya dunia
suatu bidang pekerjaan, inovasi dan penemuan-penemuan baru di bidang produksi
barang dan jasa, semuanya itu sangat besar pengaruhnya terhadap kecenderungan
perkembangan pendidikan kejuruan.
6.
Perbekalan
logistiknya
Ditinjau dari segi peralatan
belajar, maka untuk mewujudkan situasi atau pengalaman belajar yang dapat
mencerminkan situasi dunia kerja secara realistis dan edukatif diperlukan
banyak perlengkapan, sarana dan perbekalan logistik yang lain. Bengkel kerja
dan laboratorium adalah kelengkapan umum yang menyertai eksistensi suatu
sekolah kejuruan. Hal ini membuat membuat sekolah kejuruan membutuhkan biaya
yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan sekolah umum.
7.
Hubungannya
dengan masyarakat dunia usaha/ dunia industri.
Hubungan lebih jauh dengan
masyarakat yang mencakup daya dukung dan daya serap lingkungan yang sangat
penting perannya bagi hidup dan matinya suatu lembaga pendidikan kejuruan.
Perwujudan hubungan timbal balik yang menunjang ini mencakup adanya dewan
penasehat kurikulum kejuruan (curriculum advisory commitee), kesediaan dunia
usaha menampung anak didik sekolah kejuruan dalam program kerjasama yang
memungkinkan kesempatan pengalaman belajar di lapangan.
Dalam
implementasinya, ketujuh karekteristik pendidikan kejuruan tersebut di atas,
mempunyai implikasi dan konsekuensi yang luas terhadap proses perencanan
kurikulum pendidikan kejuruan itu sendiri.
Meskipun pendidikan kejuruan tidak terpisahkan dari sistim
pendidikan secara keseluruhan, namun sudah barang tentu mempunyai kekhususan
atau karakteristik tertentu yang membedakannya dengan pendidikan yang lain.
Perbedaan ini tidak hanya dalam definisi, struktur organisasi dan tujuan
pendidikannya saja, tetapi juga tercermin dalam aspek-aspek lain yang erat
kaitannya dengan perencanaan kurikulum seperti yang dijelaskan diatas.
3. Asumsi-Asumsi Pada Pendidikan
Teknologi Kejuruan
Menurut
John Thompson (1973) ada tiga asumsi besar yang disampaikan dalam bukunya yang
berjudul “Foundations of Vocational
Education” dan bisa kita lihat dibawah ini:
b. Pendidikan vokasi bisa dikatakan
efisien secara ekonomi apabila mampu mempersiapkan para siswanya untuk suatu
pekerjaan spesifik dalam masyarakat yang didasarkan pada kebutuhan tenaga kerja
yang riil.
Kata kuncinya adalah "real jobs" atau pekerjaan
yang benar-benar ada didalam dunia kerja. Bagaimana intitusi pendidikan vokasi mampu mengidentifikasi
jenis-jenis pekerjaan yang benar-benar ada dan dibutuhkan dunia industri? Ini
adalah pertanyaan yang sulit namun harus bisa dijawab sebelum suatu program pendidikan
dijalankan. Program pendidikan vokasi
harus dirancang sesuai kebutuhan pekerjaan spesifik yang ada di industri.
Metode analisis pekerjaan (job analysis) adalah
teknik yang sering digunakan dalam upaya para pendidik untuk mendapatkan
gambaran yang pasti tentang kebutuhan pekerjaan di dunia kerja.
c. Pendidikan vokasi bisa dikatakan
efisien secara ekonomi apabila mampu menjamin adanya pasokan tenaga kerja untuk
suatu wilayah.
Ekonomi yang berkembang akan selalu
membutuhkan tenaga kerja untuk mendukung perkembangannya. Pendidikan vokasi dibuat untuk mampu menjadi
pemasok (supplier) kebutuhan tenaga
kerja yang dibutuhkan agar ekonomi suatu wilayah bisa berkembang. Pasokan
tenaga kerja ini haruslah stabil dan sesuai kebutuhan. Pasokan yang terlalu
banyak atau terlalu sedikit dibanding kebutuhan adalah hal yang tidak baik,
harus sesuai baik dari sisi kuantitas maupun kualitas. Perencanaan pendidikan vokasi haruslah didasarkan prediksi yang
baik atas kebutuhan tenaga kerja suatu daerah. Pendidikan vokasi harus mampu menjadi mitra sejalan dari pertumbuhan ekonomi.
Sejalan dengan berkembangnya
teknologi dan modernisasi industri, maka tenaga kerja pun harus selalu
ditingkatkan kompetensinya. Karena itu Thompson juga menyinggung tentang
tanggung jawab pendidikan vokasi
dalam upaya peningkatan kemampuan para pekerja yang telah bekerja didalam dunia
kerja. Upaya ini krusial dalam meningkatkan efisiensi ekonomi suatu wilayah.
Tenaga kerja yang tidak kompeten akan membebani ekonomi.
d. Pendidikan vokasi bisa dikatakan
efisien secara ekonomi apabila para lulusannya mendapatkan pekerjaan sesuai apa
yang dilatih.
Berbagai survey dilakukan di Amerika untuk mengukur seberapa efisiensi
pendidikan vokasi telah dijalankan.
Hampir semua asumsi yang dikembangkan didasarkan pada seberapa tinggi
kesesuaian penempatan para lulusan di industri dengan apa yang telah mereka
pelajari di dunia pendidikan sebelumnya. ketidakcocokan adalah hal yang harus
dihindari semaksimal mungkin karena menyalahi prinsip efisiensi ekonomi. Jadi
apabila dunia pendidikan menghasilkan lulusan yang bekerja di bidang yang
berbeda dari bidang yang dipilih saat sekolah, maka pendidikan dikatakan tidak
berhasil dan tidak efisien secara ekonomi.
Ada
juga yang mengemukakan beberapa asumsi tentang pelaksanaan pendidikan teknologi
dan kejuruan yang berbeda dengan pendidikan umum memiliki prinsip dalam
penyelenggaraannya antara lain:
1. Pendidikan Teknologi dan Kejuruan dapat
mengembangkan tenaga kerja yang marketable
Pendidikan kejuruan bertujuan untuk menyiapkan tenaga kerja
yang siap kerja baik bekerja secara mandiri maupun mengisi lowongan tertentu.
PTK yang merupakan salah satu institusi yang menyiapka tenaga kerja dituntut
mampu menghasilkan lulusan sebagaimana yang diharapkan oleh sekolah, masyarakat
dan dunia industri. Tenaga kerja yang dibutuhkan adalah tenaga kerja yang
memiliki kompetensi sesuai dengan bidangnya, memiliki adaptasi dan daya saing
yang tinggi. Untuk dapat mengembangkan tenaga kerja yang dapat bersaing di
pasar industri, maka perlu pengembangan kurikulum yang disesuaikan dengan
kondisi dan kebutuhan industri, yang didukung oleh sarana dan prasarana
praktikum yang memadai.
2. Pendidikan Teknologi dan Kejuruan didesain untuk
menguasai keterampilan dasar yang essensial untuk dapat berkompetensi di DUDI.
Pendidikan sistem ganda (PSG)
adalah konsep belajar dan bekerja dimana
pelatihan pekerjaan harus berorientasi pada pengelompokkan qualifikasi dan
kompetensi untuk proses yang berhubungan dengan bekerja. Perusahaan
bersedia bekerja sama dalam program PSG
ini dikarenakan ada beberapa alasan dan
keuntungan yaitu dengan memberikan training
maka keberadaanya dinyatakan sebagai lembaga yang
mmeberikan pertimbangan untuk penawaran pelatihan
yang dapat langsung dinikmati oleh perusahaan dengan mengajak beberapa
praktisi secara langsung dapat memperoleh hasil dari perusahaan.
3. Tidak ada dualisme antara Pendidikan kejuruan dan
pendidikan umum
Dualisme pendidikan kejuruan adalah mengarahkan peserta
didik dalam pencapaian kompetensi/ skill untuk menjadi tenaga kerja siap
pakai, dilain pihak menuntut peserta didik dapat menguasai pelajaran umum untuk
dapat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Hal ini merupakan suatu
yang pro kontra. ada yang menerima dengan baik tetapi tidak sedikit pula yang
menentang. Dualisme pendidikan akan memberikan kebebasan kepada peserta didik
dalam menentukan menentukan pilihan, apakah akan melanjutkan ke
pendidikan tinggi ataukah langsung terjun di dunia kerja. Konsekwensinya,
penataan pendidikan di sekolah kejuruan seimbang antara antara pelajaran
kejuruan dengan pelajaran umum. Dalam artian tujuan pendidikan kejuruan
tibdaklah focus, Bahkan jam pelajaran umum cenderung lebih banyak dari jam
pelajaran kejuruan. Hal ini dapat membuat orang berasumsi bahwa apa bedanya SMK
dengan SMU yang dibekali dengan muatan local. Oleh karena itu, sebaiknya
pendidikan kejuruan lebih berfokus kepada pendidikan kejuruan yang tujuan
utamanya adalah memproduksi peserta didik siswi yang siap bekerja yang
memiliki keahlian khusus di bidang tertentu.
Dalam penyelenggaraan pendidikan kejuruan, baik swasta
maupun pemerintah semestinya pendidikan kejuruan memiliki konsekuensi investasi
lebih besar daripada pendidikan umum. Di samping itu, hasil pendidikan kejuruan
seharusnya memiliki peluang tingkat balikan (rate of return) lebih cepat
dibandingkan dengan pendidikan umum. Kondisi tersebut dimungkinkan karena
tujuan dan isi pendidikan kejuruan dirancang sejalan dengan perkembangan
masyarakat, baik menyangkut tugas-tugas pekerjaan maupun pengembangan karir
peserta didik.
4. Pendidikan Teknologi dan Kejuruan didesain berbasis
masafe konomi oleh kanena itu sangat berperan dan pertumbuhan ekonomi
nasional
Lulusan SMK diharapkan memiliki kemampuan pengetahuan dan
keterampilan atau life skill yang dapat membawanya ke kehidupan yang
lebih baik yaitu memperoleh pekerjaan pada industry atau mendirikan usaha
mandiri untuk menghasilkan uang. Tenaga terampil yang dicetak oleh SMK
merupakan investasi besar dalam mengembangkan perekonomian bangsa.
Herdi, 2009, 10th yang lalu ternyata China lebih terpuruk
dibanding kondisi di Indonesia pada tahun 90an. Namun kondisi sekarang jauh
lebih baik, dibanding Indonesia. Cukup jauh. Apa gerangan yang menyebabkannya?
Bila dipelajari, salah satu kebijakan pemerintahan China yang mendukung
perkembangan industri di China adalah adanya pengembangan Vocational School
yang disupport oleh pemerintahan untuk menjadi cikal bakal industri-industri
rumahan. Vocational School dberikani support penuh oleh Pemerintah China
agar berkembang menjadi sebuah pabrik/industri. Industri-industri yang ada
diminta berpartner dengan Vocational School Industri. SDM nya terdiri dari
peserta didik yang dilatih dengan real praktek (learning by doing) dan
dengan tingkat kedisiplinan yang tinggi. Sehingga berjalan dengan waktu, China
yang semula mempunya produk yang dikenal dengan kualitasnya yang kurang baik
(ini dikarenakan merupakan hasil produksi yang baru mulai/tahap belajar) namun
kemudian beriring dengan waktu adanya improvement yang berkelanjutan, akhirnya
China dapat membuat produk dengan kualitas nomor 1. Sekarang China menjadi
tempat produksi segala jenis manufaktur/industri produk dari sebagian besar merk
terkenal di dunia, apakah itu produk jepang, jerman, amerika dll dari mulai
otomotif (motor, mobil), it (laptop, pc, dll), dll semua dibuat oleh di china
yang notabene merupakan hasil dari pengembangan vocational school industri yang
didukung pemerintah dan industrinya.
5.
Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan seharusnya dievaluasi berdasarkan efisiensi ekonomi,
relevansi dan kecepatan mendapatkan pekerjaan
Hubungan dimensi ekonomi dengan pendidikan kejuruan secara
konseptual dapat dijelaskan dari kerangka investasi dan nilai balikan (value
of return) dari hasil pendidikan kejuruan. Dalam penyelenggaraan pendidikan
kejuruan, baik swasta maupun pemerintah semestinya pendidikan kejuruan memiliki
konsekuensi investasi lebih besar daripada pendidikan umum. Di samping itu,
hasil pendidikan kejuruan seharusnya memiliki peluang tingkat balikan (rate
of return) lebih cepat dibandingkan dengan pendidikan umum. Kondisi
tersebut dimungkinkan karena tujuan dan isi pendidikan kejuruan dirancang
sejalan dengan perkembangan masyarakat, baik menyangkut tugas-tugas pekerjaan
maupun pengembangan karir peserta didik.
Relevansi sekolah kejuruan adalah seberapa besar lulusannya
dibutuhlkan oleh dunia usaha dan dunia industri. Sekolah kejuruan harus benar-benar
dievaluasi seberapa besar kontribusinya terhadap relevansi lulusan terhadap
dunia kerjadan terhadap perkembangan ekonomi. Sekolah kejuruan yang sinergis
dengan dunia industry dapat dilihat dengan lulusannya yang terserap di dunia
industri dengan cepat sesuai dengan bidang keahliannya.
6. Pendidikan Teknologi dan Kejuruan hendaknya
diarahkan untuk memenuhi tenaga kerja dilingkungannya
Untuk memenuhi tenaga kerja dilingkungan/ daerah sendiri,
Seharusnya pemerintah daerah dengan kekuasaan otonominya mengetahui dengan
pasti apa keunggulan daerahnya. Berdasarkan produk keunggulan daerahnya, maka
dibangun kompetensi sumber daya manusianya. Misalnya di Bali yang terkenal
dengan pariwisatanya, maka pemerintah daerah fokus pada pembangunan Kompetensi
keahlian yang berbasis pariwisata. Di Jawa Tengah yang terkenal sebagai pusat
budaya dan juga kerajinan furniture, dibangun kompetensi yang berbasis
kerajinan furniture. Di Papua yang kaya emas dan juga kayunya, dibangun
komptensi keahlian emas dan kayu. Dengan demikian terbentuk suatu keahlian yang
khusus, unik dan berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Jika selama ini kita masih sibuk menghabiskan anggaran untuk
membangun infra struktur, misalnya gedung, sekolah dan perlengkapannya atau
mengundang investor membangun industri di daerah. Maka sudah saatnya investasi
kita arahkan untuk pembangunan sumber daya manusianya dulu. Tanpa kompetensi.
tanpa adanya “link and match” antara pendidikan dan dunia industri, maka segala
peralatan, gedung dan investasi menjadi tidak maksimal dan sia-sia.Berapa
banyak gedung sekolah dengan segala peralatannya yang canggih tidak berfungsi
dengan baik, karena tidak ada tenaga ahli yang dapat menjalankannya. Sudah
saatnya kita bekerjasama membangun kompetensi unggulan daerah. Anggaran
pendidikan yang begitu besar seharusnya juga diberikan kepada lembaga pelatihan
industri yang sudah terbukti berhasil, misalnya untuk mendidik tenaga kerja
yang trampil dibidang otomotif, tidak perlu membangun sekolah otomotif sendiri,
tapi serahkan dana tersebut misalnya kepada ASTRA group untuk mengembangkan
lembaga pelatihan otomotifnya. Untuk mencetak tenaga ahli elektronik, berikan
anggaran kepada Panasonic Gobel misalnya untuk memperkuat lembaga pelatihan
elektronik yang selama ini hanya untuk melayani kebutuhan internal.
7. Pendidikan Teknologi dan Kejuruan di tingkat
pendidikan menegah bertujuan untuk mempersiapkan tenaga kerja pemula
Pada negara lain yang sudah maju masih terdapat juga masalah
“link and Match” antara keluaran dari pendidikan dengan kebutuhan dunia
industri. Bedanya setiap tahun besarnya “gap” itu semakin diperkecil dengan
selalu mengevaluasi dan memperbaiki sistem pendidikannya. Jepang saja sebagai
negara industri yang sangat maju masih ada “mis-match” dalam penempatan tenaga
kerjanya.Hal ini diatasi dengan memberikan kesempatan bagi pencari kerja
angkatan muda untuk melaksanakan program magang. Dengan magang di industri atau
di UKM (Usaha Kecil Menengah), dan mendapatkan uang saku yang memadai, maka
ketrampilan bekerja seseorang menjadi meningkat.
8. Pendidikan Teknologi dan Kejuruan adalah system
pendidikan untuk menata system perekonomian nasional.
Pendidikan kejuruan merupakan upaya mewujudkan peserta didik
menjadi manusia produktif, untuk mengisi kebutuhan terhadap peran-peran yang
berkaitan dengan peningkatan nilai tambah ekonomi masyarakat. Dalam kerangka
ini, dapat dikatakan bahwa lulusan pendidikan kejuruan seharusnya memiliki
nilai ekonomi lebih cepat dibandingkan pendidikan umum. Penyiapan manusia untuk
bekerja bukan berarti menganggap manusia semata mata sebagai factor
produksi karena pembangumnan ekonomi memerlukan kesadaran sebagai warga ne
gara yang baik dan bertanggung jawab serta produktif.
Semakin tinggi kwalitas pendidikan dan pelatihan seseorang,
akan semakin produktif orang tersebut, sehingga dapat meningkatkan
produktivitas nasional dan meningkatkan daya saing tenaga kerja di pasar
global.
C. MODEL PENYELENGGARAAN PTK BERBASIS
KEBUTUHAN
Adapun
tujuan dari pada pendidikan kejuruan adalah senantiasa dibentuk oleh kebutuhan
masyarakat yang berubah begitu pesat, sekaligus juga harus berperan aktif dan
ikut serta menentukan tingkat dan arah perubahan masyarakat dalam bidang
kejuruannya tersebut. Pendidikan kejuruan berkembang sesuai dengan perkembangan
tuntutan masyarakat, melalui dua institusi sosial. Pertama, institusi sosial
yang berupa struktur pekerjaan dengan organisasi, pembagian peran atau tugas,
dan perilaku yang berkaitan dengan pemilihan, perolehan dan pemantapan karir.
Institusi sosial yang kedua, berupa pendidikan dengan fungsi gandanya sebagai
media pelestarian budaya sekaligus sebagai media terjadinya perubahan sosial.
Model
peyelenggaraan pendidikan teknologi dan kejuruan berbasis kebutuhan terhadap
masyarakat kita bisa lihat dari segi kurikulum seperti apa yang diterapkan disetiap
daerah dimana proses pendidikan (sekolah) dilaksanakan. Berikut model kurikulum
pendidikan PTK sebagai berikut:
9. Perencanaan kurikulum
v
Mengumpulkan peraturan-peraturan
yang berkaitan dengan penyelenggaraan sisdiknas
v
Mengumpulkan data komuditas dan budaya
v
Mengumpulkan data yang berkaitan
dengan sekolah
v
Merumuskan proses pengambilan
keputusan
v
Merumuskan tujuan dan sasaran
kurikulum
v
Mengumpul materi dan sarana
pembelajaran
10. Penetapan
isi kurikulum
v
Pemilihan desain kurikulum,
v
Pemilihan strategi dan metode pembelajaran,
v
Penetapan sasaran kompetensi,
v
Penetapan materi dan sarana
pembelajaran,
v
Menetapan prosedur implementasi,
v
Menetapkan prosedur penafsiran hasil
tes, pengamatan wawancara dan lain-lain,
v
Menetapkan metode evaluasi hasil
belajar,
v
Penilaian guru (evaluasi diri,
evaluasi sejawat).
11. Implementasi
kurikulum
v
Penerapan strategi belajar. Seperti
belajar mandiri, diskusi, kerja proyek, karyawisata, laporan, beljar
terprogram, investasi kelompok, belajar kooperatif, belajar tuntas dan
lain-lain.
v
Mengadakan tes formatif-sumatif,
pengamatan perilaku siswa, studi khusus dan lain-lain
v
Membuat annecdotal record siswa
v
Identifikasi kebutuhan perubahan
materi, metode, sarana dan lain-lain
12. Evaluasi
kurikulum
v
Menetapkan teknik evaluasi
v
Pengumpulan data mengenai implementasi,
kurikulum, kecakapan guru, kemajuan siswa, dan revisi kurikulum.
Pendayagunaan
potensi sumber daya local, dengan pelaksanaan kurikulum serta kerjasama dari
pemerintah daerah harus seiring sejalan dalam rangka membuka peluang lebar
pengembangan SMK sesuai dengan harapan dan kebutuhan masyarakat dan dunia
industri. Untuk mencari solusi dari tantangan tersebut di atas, SMK sebagai
salah satu lembaga penyelenggara pendidikan dan pelatihan kejuruan harus mampu
memberikan layanan pendidikan terbaik kepada peserta didik walaupun kondisi
fasilitasnya sangat beragam. Seperti diketahui, bahwa investasi dan pembiayaan
operasional terbesar yang dilakukan oleh pemerintah dalam pendidikan kejuruan
adalah pada sistem SMK. Pembukaan dan penutupan suatu SMK pada dasarnya sangat
tergantung pada tuntutan kebutuhan pengembangan sumber daya manusia di
wilayah atau daerah setempat.
Pembukaan
institusi SMK baru sangat dimungkinkan jika terdapat tuntutan kebutuhan sumber
daya manusia yang terkait dengan peran dan fungsi SMK. Sebagaimana yang
dikemukakan Djojonegoro (1998), bahwa : “Secara teoritik pendidikan kejuruan
sangat dipentingkan karena lebih dari 80 % tenaga kerja di lapangan kerja
adalah tenaga kerja tingkat menengah ke bawah dan sisanya kurang dari 20 %
bekerja pada lapisan atas. Oleh karena itu, pengembangan pendidikan kejuruan
jelas merupakan hal penting”.
pengembangan
(pembukaan) program keahlian SMK
harus Link and
Match dengan kebutuhan
pasar kerja. link and match pada
dasarnya adalah supplay-demand dalam arti luas, yaitu dunia pendidikan sebagai
penyiapan SDM, dan individu, masyarakat, serta dunia kerja sebagai pihak yang
membutuhkan. Ada empat aspek kebutuhan yang perlu diantisipasi oleh pendidikan,
yaitu:
v
kebutuhan pribdai atau individu
v
kebutuhan keluarga,
v
kebutuhan masyarakt/bangsa,
v
kebutuhan dunia kerja atau dunia
usaha.
Untuk
menciptakan link and mach antara pendidikan dan dunia kerja (usaha mandiri dan
industri), diperlukan usaha-usaha secara reciprocal
antara kedua pihak. Dunia kerja dituntut untuk lebih membuka diri terhadap
pendidikan, baik dalam arti sikap maupun tindakan nyata termasuk menjadi
menjadi tempat magang dan praktek lapangan bagi para peserta didik. Di pihak
lain, dunia pendidikan dituntut untuk melakukan konsolidasi mulai tahap
perencanaan sampai implementasi dan evaluasinya sehingga kebijakan ini
mempunyai arti yang maksimal, sesuai dengan tujuannya. Adapun strategi dasar
implementasi untuk Sekolah Kejuruan dalam link
and match adalah:
1.
Menggiatkan kunjungan lapangan dan
praktek lapangan sebagai bagian integral kurikulum
2.
Meningkatkan program magang di dunia
usaha/industri
3.
Meningkatkan jumlah dan mutu sarana,
prasarana, dan tenaga
4.
Meningkatkan daya tarik SMK sebagai
pilihan yang mempunyai prospek yang baik untuk masa depan.
Kegiatan
kunjungan ke industri akan memberikan informasi mengenai perkembangan industri,
tenaga kerja yang sangat dibutuhkan dan yang kurang dibutuhkan saat ini. Jadi
apabila program keahlian
tertentu dibutuhkan oleh
industri, maka perlu
dibuka program keahlian baru
dan jika lulusan
dari program keahlian
tersebut sudah tidak dibutuhkan oleh masyarakat industry
maka program keahlian tesebut perlu
ditutup dahulu untuk menghemat biaya operasional, dan jika di suatu saat
dibutuhkan lagi oleh masyarakat, maka program keahlian tersebut bisa dibuka
kembali.
tuntutan
kebutuhan yang cukup tinggi dari dunia industri atas kompetensi siswa di bidang
komputerisasi dan kewirausahaan. ’Tongkat
estafet’ peningkatan mutu lulusan SMK, dilanjutkan Dr. Joko Sutrisno dengan
peningkatan kualitas guru kejuruan yang juga dibidani oleh P4TK (Pusat
Pengembangan Penataran Pendidik dan Tenaga Kependidikan) melalui program
pendidikan dan pelatihan yang diadakan rutin lima tahun sekali dengan jumlah
peserta sekitar 4.000 s/d 5.000 orang guru kejuruan.
Joko
menuturkan bahwa pelaksanaan diklat selama ini belum mempunyai format yang
baku. Untuk kedepan, ia mengharapkan Direktorat Jenderal PMPTK (Peningkatan
Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan) dapat membuat format baku pelatihan yang
sesuai dengan kebutuhan pengembangan dan peningkatan mutu lulusan SMK. Di sisi
lain, Direktorat Dikmenjur juga menuturkan masih kurangnya pasokan tenaga guru
kejuruan dari lulusan pendidikan guru kejuruan. Selama ini pasokan tenaga guru
kejuruan hanya mencapai angka 4.500 pertahun dan masih jauh dari kebutuhan
tenaga guru (sebanyak 10.000 orang pertahunnya) di seluruh Indonesia.
Tapi
Joko tetap optimis. Direktorat Dikmenjur sedang melakukan penelitian jumlah
kebutuhan guru SMK di seluruh Indonesia yang dipandu oleh Universitas Negeri
Semarang. “Targetnya diselesaikan akhir tahun 2007. Data kebutuhannya akan
lebih detail. Dan pihak kami akan terus mendorong pemerintah pusat dan daerah
untuk menambah jumlah rekrutmen tenaga guru kejuruan,“ tegas Joko.
Perkembangan
mutu lulusan SMK kini dipandu oleh kurikulum baru. Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Penerapannya, dibawah bimbingan BSNP (Badan Standar Nasional
Pendidikan). Sekolah sudah bisa improvisasi dalam penyusunan kurikulum. Hal ini
mendukung pengembangan bobot jam belajar teori dan ptraktik. Kini, bobot
disamakan menjadi sama rata, dan bukan mengurangi jam belajar teori untuk
kemudian menggelembungkan waktu belajar praktik.
Dalam
rangka mendukung upaya peningkatan mutu lulusan SMK, pemerintah mengalokasikan
anggaran khusus untuk peningkatan mutu SMK.
Tahun 2007, alokasi dananya naik sebesar 50% dibanding tahun 2006,
menjadi sekitar Rp 1,6 triliun. Untuk anggaran peningkatan mutu SMK tahun 2008,
sudah ada kenaikan mencapai 25% hingga dananya meningkat menjadi Rp 1,9
triliun. Jumlah yang sangat menggembirakan untuk mendukung program peningkatan
mutu para lulusannya.
D. KESIMPULAN
Berikut
ini disajikan beberapa pemikiran awal untuk pengembangan Pendidikan Teknologi
dan Kejuruan, yaitu, Pertama: pendidikan
teknologi dan kejuruan harus memberi ruang cukup untuk memudahkan learning how to lear dan learning to unlearn. Untuk
itu aspek-aspek kecakapan hidup harus built
in dalam mata kuliah. Jadi yang diperlukan adalah reorientasi
pelaksanaan pendidikan dari subject
mater oriented menjadi life
skill oriented. Pendidikan teknologi kejuruan harus diarahkan untuk
mengembangkan kemampuan berpikir divergen
sehingga siswa mampu melihat suatu masalah dari berbagai dimensi dan akhirnya
mampu memecahkannya secara kreatif. Kedua: pendidikan
harus mampu menjadi bentuk quality
assurance. Oleh karena itu kurikulum harus menunjuk mahasiswa/siswa
atau ujian akhirnya. Yang dimaksud layanan kepada siswa paling tidak pola
pengajaran yang diterima (sebagai layanan) siswa/mahasiswa. Ketiga:
pendidikan harus dapat memandu terbentuknya budaya mutu di kampus. Keempat:
pendidikan harus memandu hubungan kolaboratif-sinergis antara kampus/sekolah
dengan pelanggan. Pengguna lulusan harus terlibat dalam desain maupun
pelaksanaan pendidikan teknologi dan kejuruan. Kelima:
pendidikan harus memberi ruang gerak kepada universitas untuk melakukan
penyesuaian dengan kondisi setempat, sekaligus untuk melakukan inovasi.
Demikian
sekilas uraian yang dapat kami sampaikan dalam makalah singkat ini, dengan
harapan semoga dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam rangka pengembangan
pendidikan teknologi dan kejuruan yang sedang disusun. Apa yang telah ditulis
masih merupakan pemikiran awal, tentunya masih banyak kekurangannya. Namun yang
penting kapan lagi kita akan mengembangkan pendidikan teknologi dan kejuruan
ini kalau tidak dimulai dari sekarang.
DAFTAR PUSTAKA
Adriyanto, Mohamad, 2011,”16 Prinsip Pendidikan Vokasional dari
Prosser” http://1ptk.blogspot.com/2011/11/prinsip-pendidikan-vokasional-dari.html
Blog, Ayomy, Octo,2012, “Filsafat Dan Arah Pendidikan Teknologi
Kejuruan”, http://1octo.wordpress.com/2012/07/17/filsafat-dan-arah-pendidikan-teknologi-kejuruan/
Ditjen,Dikmen,2012, “Revisi
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah”,Jakarta
Reksoatmodjo, Narsoyo, Tedjo, 2010,“Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi
dan Kejuruan”, Bandung, PT Rafika Aditama,
Pardjono,2011,”Peran Industry dalam
pengembangan SMK”Makalah
Kusuma, Sunaryo, Wowo,2013,”Filasafat
Pendidikan Teknologi, Vokasi, dan Kejuruan”, Bandung, Alfabeta
KPTK,
2010,“ Sistem Pendidikan Kejuruan
Indonesia” http://kptk.weebly.com/indonesia.html
Sudjani,2010,”Pengembangan Kurikulum Pendidikan Teknologi
dan Kejuruan dalam Menghasilkan Guru SMK di Era Global dan Otonomi”, http://hipkin.or.id/pengembangan-kurikulum-pendidikan-teknologi-dan-kejuruan-dalam-menghasilkan-guru-smk-di-era-global-dan-otonomi/
Dasman,Johan,2010,”Pendidikan Teknologi dan Kejuruan”, http://dasmanjohan.wordpress.com/2010/11/04/pendidikan-teknologi-dan-kejuruan/
Adriyanto, Mohamad, 2011,“Mengukur Keberhasilan Pendidikan Vokasi” http://1ptk.blogspot.com/2011/11/mengukur-keberhasilan-pendidikan-vokasi.html
0 comments:
Posting Komentar